Ads Here

Selasa, 04 Oktober 2016

JEMBATAN PERASAAN

                
Perihal apa yang aku rasakan,
Ketika aku berjalan sendirian di tepi pantai, kau penasaran
Kenapa aku senang melakukannya, kau tidak mengerti
Aku katakan: aku memperoleh kebahagiaan
Menggetar di hatiku, seperti jatuh cinta? Tidak. Kau diam dan aku merasa kalah
Adalah bosan yang mampu memecah riang
Menemukan cara-caranya di kala siang
Bagi yang setengah-setengah, dan bagi yang berdiri di tengah-tengah kata-kata semata jembatan yang seolah ada.
Di diriku ada banyak perihal yang terengah-engah
Tidak mampu menyebrang ke jantungmu, terpaksa menjadi rahasia dan aku merasa bersalah

*

Sejak kecil aku sering pergi ke hutan
Aku membisikkan pikiran dan perasaanku kepada pepohonan,
Sebelum mereka di tebang dan berubah menjadi pintu dan jendela, kursi dan meja, atau buku-buku
Setiap kali kau tertegur di hadapan lemari,
Aku mungkin ada disana menemanimu.
Ketika kau resah membuat dirimu cantik sekali, barangkali rahasiaku yang menggenggam cermin untukmu
Kau tidur memeluk dirimu sendiri, aku berharap ikut menopang rindu dan rubuhmu yang kesepian
Adalah kenangan,
Kau selalu mampu mengecup ingatanku, namun ingatanku kening yang menunggu di kecup.
Kata-kataku ingin selalu menyentuh jantungmu, namun mereka tak punya jemari.
Puisi ini sama belaka. Sekumpulan kata, batang-batang pohon, yang bermimpi menjadi rumah tanpa dinding.
Semata memiliki jendela, pintu, dan sesuatu yang memeluki keduanya.
Rumah yang menunggu pertanyaan-pertanyaan untuk memilikimu satu kali lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar